Aplikasi UTS






1. Tujuan[Kembali]
  • Mengetahui prinsip kerja dari rangkaian sederhana pencegah ledakan api dengan sensor-sensornya
  • Dapat mengaplikasikan rangkaian sederhana pencegah ledakan api pada proteus 8
2. Komponen Elektronik[Kembali]
  • Flame Sensor: merupakan sensor yang mempunyai fungsi sebagai pendeteksi nyala api yang dimana api tersebut memiliki panjang gelombang antara 760nm – 1100nm. Sensor ini menggunakan infrared sebagai tranduser dalam mensensing kondisi nyala api.
  • Sensor Gas (MQ6): yaitu sensor yang bereaksi terhadap kadar gas LPG, iso-butana, propana dan LNG dalam udara.
  • Battery: merubah energi kimia yang disimpannya menjadi energi Listrik yang dapat digunakan oleh suatu perangkat Elektronik.
  • Alternator Current (AC): adalah singkatan dari Alternating Current Alternator.yaitu suatu alat yang memanfaatkan tenaga gerak dan mengubahnya menjadi sumber energy listrik arus bolak-balik atau alternating current (ac).
  • IC NE555: digunakan untuk timer (pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan pulse generator (pembangkit pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai Time Delay Generator dan Sequential Timing. IC NE555 ini memiliki 8 pin yang tiap kakinya memiliki konfigurasi yang berbeda beda.
  • Capacitor: disebut juga dengan kondensator adalah komponen elektronika pasif yang dapat menyimpan energi atau muatan listrik dalam sementara waktu. Fungsi kapasitor (kondensator) di antaranya adalah dapat memilih gelombang radio pada rangkaian tuner, sebagai perata arus pada rectifier dan juga sebagai filter di dalam Rangkaian Power Supply (Catu Daya). Satuan nilai untuk kapasitor (kondensator) adalah Farad (F).
  • Resistor: (disebut juga dengan Hambatan) adalah komponen elektronika pasif yang berfungsi untuk menghambat dan mengatur arus listrik dalam suatu rangkaian elektronika. Satuan nilai Resistor atau Hambatan adalah Ohm.
  • Transistor NPN: Prinsip kerjanya arus akan mengalir dari kolektor ke emitor jika basisnya dihubungkan ke ground (negatif). Arus yang mengalir dari basis harus lebih kecil daripada arus yang mengalir dari kolektor ke emitor, oleh sebab itu maka ada baiknya jika pada pin basis dipasang sebuah resistor
  • Relay 2 Pole: menggunakan Prinsip Elektromagnetik untuk menggerakkan Kontak Saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih tinggi.
  • SCR (Silicon Controlled Rectifier): Dioda yang memiliki fungsi sebagai pengendali. Berbeda dengan Dioda pada umumnya yang hanya mempunyai 2 kaki terminal, SCR adalah dioda yang memiliki 3 kaki Terminal. Kaki Terminal ke-3 pada SCR tersebut dinamai dengan Terminal “Gate” atau “Gerbang” yang berfungsi sebagai pengendali (Control), sedangkan kaki lainnya sama seperti Dioda pada umumnya yaitu Terminal “Anoda” dan Terminal “Katoda”.
  • TRAN 2P3S: bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Tegangan masukan bolak-balik yang membentangi primer menimbulkan fluks magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder. Fluks bolak-balik ini menginduksikan gaya gerak listrik (ggl) dalam lilitan sekunder.
  • DIODE: Komponen Elektronika Aktif yang terbuat dari bahan semikonduktor dan mempunyai fungsi untuk menghantarkan arus listrik ke satu arah tetapi menghambat arus listrik dari arah sebaliknya.


  • Motor: suatu perangkat yang mengubah energi listrik menjadi energi kinetik atau gerakan (motion).
  • Led RED-YELLOW dan RED-GREEN: merupakan singkatan dari light emitting diode yaitu suatu semi-konduktor yang mengeluarkan/memancarkan satu warna cahaya (monokromatik) dengan bentuk cahaya elektromagnetik (koheren) ketika dialiri tegangan maju.
  • LogicState: sebagai input dari gerbang logika pada rangkaian.


3. Landasan Teori[Kembali]

Flame Sensor

Flame sensor merupakan sensor yang mempunyai fungsi sebagai pendeteksi nyala api yang dimana api tersebut memiliki panjang gelombang antara 760nm – 1100nm. Sensor ini menggunakan infrared sebagai tranduser dalam mensensing kondisi nyala api
Dalam kebanyakan pertandingan kompetisi robot, pendeteksian akan nyala api misalnya lilin masih tetap jadi salah satu aturan yang umum dalam kompetensi lomba yang tidak akan pernah ditinggalkan. Dikarena itulah sensor ini mempunyai peran yang vital yang berfungsi sebagai “mata” bagi robot dalam menyelesaikan tugasnya menemukan posisi nyala api.
Biasanya digunakan pada kompetisi robot Cerdas Indonesia atau KRCI baik berbentuk laba-laba maupun seperti tank. Selain itu sensor ini sering juga digunakan untuk mendeteksi api pada ruangan di perkantoran, apartemen, maupun di perhotelan. Suhu normal pembacaan normal sensor ini yaitu pada 25 – 85°C dengan besar sudut pembacaan pada 60°.
Dengan memperhatikan jarak sensing antara objek yang akan disensing dengan sensor tidak boleh terlalu dekat, yang berakibat lifetime sensor yang cepat rusak.
Sensor flame
Cara Kerja Sensor Flame
Cara kerja sensor ini yaitu dengan mengidentifikasi atau mendeteksi nyala api dengan menggunakan metode optik. Pada sensor ini menggunakan tranduser yang berupa infrared (IR) sebagai sensing sensor. Tranduser ini digunakan untuk mendeteksi akan penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Yang dimana memungkinkan alat ini untuk membedakan antara spectrum cahaya pada api dengan spectrum cahaya lainnya seperti spectrum cahaya lampu.
Berikut adalah contoh simulasi sensor flame menggunakan software “Proteus”.
Sensor Flame simulasi Proteus
Fitur dari flame sensor
  • Tegangan operasi antara 3,3 – 5 Vdc
  • Terdapat 2 output yaitu digital output dan analog output yang berupa tegangan
  • Sudah terpackage dalam bentuk modul
  • Terdapat potensiometer sebagai pengaturan sensitivitas sensor dalam mensensing


  • Sensor Gas (MQ6)


              Sensor MQ-2 adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di udara serta asap dan output membaca sebagai tegangan analog. Sensor gas asap MQ-2 dapat langsung diatur sensitifitasnya dengan memutar trimpotnya. Sensor ini biasa digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas baik di rumah maupun di industri. Gas yang dapat dideteksi diantaranya : LPG, i-butane, propane, methane , alcohol, Hydrogen, smoke. Sensor ini sangat cocok di gunakan untuk alat emergensi sebagai deteksi gas-gas, seperti deteksi kebocoran gas, deteksi asap untuk pencegahan kebakaran dan lain lain.

               Sensor gas ini tersusun oleh senyawa SnO2, dengan sifat conductivity rendah pada udara yang bersih, atau sifat penghantar yang tidak baik. Sifat conductivity semakin naik jika konsentrasi gas asap semakin tinggi di sekitar sensor gas. Sensor ini dapat mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di udara serta asap dan keluarannya berupa tegangan analog. Sensor dapat mengukur konsentrasi gas mudah terbakar dari 300 sampai 10.000 sensor ppm. Dapat beroperasi pada suhu dari -20°C sampai 50°C dan mengkonsumsi arus kurang dari 150 mA pada 5V .

               Sensor Asap MQ-2 berfungsi untuk mendeteksi keberadaan asap yang berasal dari gas mudah terbakar di udara. Pada dasarnya sensor ini terdiri dari tabung aluminium yang dikelilingi oleh silikon dan di pusatnya ada elektroda yang terbuat dari aurum di mana ada element pemanasnya. Ketika terjadi proses pemanasan, kumparan akan dipanaskan sehingga SnO2 keramik menjadi semikonduktor atau sebagai penghantar sehingga melepaskan elektron dan ketika asap dideteksi oleh sensor dan mencapai aurum elektroda maka output sensor MQ-2 akan menghasilkan tegangan analog.




                Sensor MQ-2 terdapat 2 masukan tegangan yakni VH dan VC. VH digunakan untuk tegangan pada pemanas (Heater) internal dan Vc merupakan tegangan sumber serta memiliki keluaran yang menghasilkan tegangan berupa tegangan analog. Berikut konfigurasi dari sensor MQ-S :

    1. Pin 1 merupakan heater internal yang terhubung dengan ground.
    2. Pin 2 merupakan tegangan sumber (VC) dimana Vc < 24 VDC.
    3. Pin 3 (VH) digunakan untuk tegangan pada pemanas (heater internal) dimana VH = 5VDC.
     4. Pin 4 merupakan output yang akan menghasilkan tegangan analog.
    Grafik sensitivitas sensor gas terhadap beberapa gas
    Konfigurasi Sensor Gas


    Spesifikasi:
    • Tegangan Sirkuit(Vc) : 5V ± 0.1 AC atau DC
    • Tegangan Pemanasan(Vh) : 5V ± 0.1 AC atau DC
    • Resistansi Load(PL) : 20kΩ
    • Konsumsi Pemanasan(Ph) : kurang dari 750mw
    B. Kondisi Lingkungan
    • Suhu Penggunaan : -10℃ hingga 50℃
    • Suhu Penyimpanan : -20℃ hingga 70℃
    • Kelembapan Terkait : Kurang dari 95% Rh
    • Konsentrasi Oksigen : 21%(Kondisi Standar) konsentrasi oksigen dapat mempengaruhi sensitivitas
    C. Karakteristik Sensitivitas
    • Resistansi Pengindraan(Rs) : 10KΩ- 60KΩ (1000ppm LPG )
    • Kondisi Standar Deteksi : Temp: 20℃±2℃ Vc:5V±0.1 Humidity: 65%±5% Vh: 5V±0.1
    • Jangkauan Deteksi : 200-10000ppm LPG , iso-butane,propane,LNG


    Pengaturan Sensitivitas
    Nilai resistansi MQ-6 adalah perbedaan untuk berbagai jenis dan berbagai konsentrasi gas. Jadi, Bila menggunakan komponen ini, penyesuaian sensitivitas sangat diperlukan. Disarankan untuk mengkalibrasi detektor untuk 1000ppm konsentrasi LPG di udara dan menggunakan nilai resistansi beban (RL) sekitar 20KΩ (10KΩ sampai 47KΩ). Ketika akurat mengukur, titik alarm yang tepat untuk detektor gas harus ditentukan setelah mempertimbangkan pengaruh suhu dan kelembaban.

    Catatan Tambahan
       Sama seperti Sensor Gas MQ lainnya, di pasaran biasanya dijual hanya murni sensor tetapi ada juga yang sudah ditambahkan sebuah modul yang dilengkapi dengan resistor variabel yang digunakan untuk mengatur tingkat sensitivitas, sehingga pengguna tidak perlu membuat rangkaian sensor dan tinggal menggunakannya saja.


    IC NE555



    NE555 yang mempunyai 8 pin (kaki) ini merupakan salah satu komponen elektronika yang cukup terkenal, sederhana, dan serba guna dengan ukurannya yang kurang dari 1/2 cm3 dan harganya di pasaran sangat murah sekitar Rp. 2.000 s/d Rp. 5.000.

    Pada dasarnya aplikasi utama IC NE555 ini digunakan sebagai Timer (Pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan Pulse Generator (Pembangkit Pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai Time Delay Generator dan Sequential Timing. 


    • Fungsi masing-masing kaki (pin) IC NE555
    Gb. 1: Simbol IC NE555

    PIN
    KEGUNAAN
    1
    Ground (0V), adalah pin input dari sumber tegangan DC paling negative
    2
    Trigger, input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor pada 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop
    3
    Output, pin keluaran dari IC 555.
    4
    Reset, adalah pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate (gerbang) transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset
    5
    Control voltage, pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan referensi input negative (komparator A). pin ini bisa dibiarkan tergantung (diabaikan), tetapi untuk menjamin kestabilan referensi komparator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10 nF ke pin ground
    6
    Threshold, pin ini terhubung ke input positif (komparator A) yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada pin ini mulai melebihi 2/3 Vcc
    7
    Discharge, pin ini terhubung ke open collector transistor internal (Tr) yang emitternya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu
    8
    Vcc, pin ini untuk menerima supply DC voltage. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5V s/d 15V. Supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10mA s/d 15mA.



      Gb. 2: Skema Internal IC NE555
    • Skema Internal
        Pada diagram blok disamping, internal IC NE555 yang kecil ini terdiri dari: 2 buah komparator (Pembanding tegangan), 3 buah Resistor sebagai pembagi tengangan, 2 buah Transistor (dalam praktek dan analisis kerjanya, transistor yang terhubung pada pin 4 biasanya langsung dihubungkan ke Vcc), 1 buah Flip-flop S-R yang akan mengatur output pada keadaan logika tertentu, dan 1 buah inverter.


      Dengan melihat Gambar 2 dan Tabel diatas, secara umum cara kerja internal IC ini dapat dijelaskan bahwa, ketika pin 4 sebagai reset diberi tegangan 0V atau logika low (0), maka ouput pada pin 3 pasti akan berlogika low juga. Hanya ketika pin 4 (reset) yang diberi sinyal atau logika high (1), maka output NE555 ini akan berubah sesuai dengan tegangan threshold (pin 6) dan tegangan trigger (pin 2) yang diberikan.

      Ketika tegangan threshold pada pin 6 melebihi 2/3 dari supply voltage (Vcc) dan logika output pada pin 3 berlogika high (1), maka transistor internal (Tr) akan turn-on sehingga akan menurunkan tegangan threshold menjadi kurang dari 1/3 dari supply voltage. Selama interval waktu ini, output pada pin 3 akan berlogika low (0).

      Setelah itu, ketika sinyal input atau trigger pada pin 2 yang berlogika low (0) mulai berubah dan mencapai 1/3 dari Vcc, maka transistor internal (Tr) akan turn-off. Switching transistor yang turn-off ini akan menaikkan tegangan threshod sehingga output IC NE555 ini yang semula berlogika low (0) akan kembali berlogika high (1).

      Sebetulnya cara kerja dasar IC NE555 merupakan full kombinasi dan tidak terlepas dari semua komponen internalnya yang terdiri dari 3 buah resistor, 2 buah komparator, 2 buah transistor, 1 buah flip-flop dan 1 buah inverter, yang kesemuanya itu akan di bahas pada kesempatan lain. Sekaligus dengan rangkaian/komponen external yang mendukungnya.

      SCR (SILICON CONTROLLED RECTIFIER)

      Silicon controlled rectifier (SCR) atau thyristor merupakan device semikonduktor yang mempunyai perilaku cenderung tetap on setelah diaktifkan dan cenderung tetap off setelah dimatikan (bersifat histeresis) dan biasa digunakan sebagai saklar elektronik, protektor, dan lain sebagainya. Sebelum kita mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan prinsip kerja dasar dari Silicon controlled rectifier (SCR), sebaiknya kita tahu terlebih dulu tentang definisi dari dioda shockley. Karena SCR itu sendiri memang device yang dikembangkan dari sebuah dioda shockley, yaitu dioda yang terdiri dari empat lapisan bahan semikonduktor, atau yang juga biasa disebut sebagai dioda PNPN.

      Perkembangan dioda shockley menjadi SCR sebenarnya dicapai hanya dengan menambah suatu tambahan kecil yang tidak lebih dari sambungan kawat ketiga yang diberi nama “gate” dari struktur PNPN yang telah ada. untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      Perkembangan dioda shockley menjadi SCR
      Berikut ini gambar simbol skematik dan diagram skematik dari SCR.

      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      SCR
      Jika sebuah gate dari SCR dibiarkan mengambang atau tidak terhubung (terputus), maka SCR akan berperilaku sama persis seperti dioda shockley. Seperti halnya dioda shockley, SCR juga akan aktif dan mengunci (latch) saat diberikan tegangan breakover antara katoda dan anoda. Untuk mematikan kembali SCR dapat dilakukan dengan cara mengurangi arus sampai salah satu dari transistor internal tersebut jatuh dan berada dalam mode cutoff , dan perilaku SCR yang seperti ini juga seperti dioda shockley. Lalu sekarang coba kita bahas tentang kawat atau terminal gate yang menjadi perbedaan dari kedua perangkat ini. Kita tahu kalau terminal gate SCR terhubung langsung ke basis transistor yang lebih rendah, itu berarti terminal gate ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengaktifkan SCR (latch up). Dengan memberikan tegangan yang kecil antara gate dan katoda, transistor yang bawah atau transistor yang lebih rendah akan dipaksa ON oleh arus basis yang dihasilkan, hal ini akan menyebabkan arus basis transistor atas mengalir dan transistor atas akan aktif dan menghantarkan arus basis untuk transistor yang bawah (tidak dibutuhkan lagi pasokan tegangan dari terminal gate), sehingga kini kedua transistor saling menjaga agar tetap aktif  atau saling mengunci (latch). Arus yang diperlukan gate untuk memulai latch up tentu saja jauh lebih rendah daripada arus yang melalui SCR dari katoda ke anoda, sehingga SCR tidak perlu mencapai penguatan.

      Cara yang paling umum digunakan dan dianggap aman untuk mengaktifkan SCR adalah dengan memberikan tegangan pada terminal gate, dan cara atau metode seperti ini disebut dengan “memicu” (triggering). Bahkan dalam penggunaannya SCR biasanya sengaja dibuat atau dipilih dengan tegangan breakover yang jauh lebih besar melampaui tegangan terbesar yang diperkirakan akan dialami oleh sumber listrik. Sehingga SCR hanya bisa diaktifkan dengan pulsa tegangan yang diterapkan ke terminal gate, bukan dengan tegangan breakover.

      Perlu dikatakan bahwa SCR terkadang bisa dimatikan secara langsung dengan menjumper atau mengkorsletkan terminal gate dan katoda, yang disebut dengan “reverse triggering”, dimana gate dengan tegangan negatif (mengacu pada katoda), sehingga transistor yang lebih rendah atau dibawah dipaksa cutoff. Saya mengatakan ini kadang-kadang karena cara ini mungkin akan melibatkan semua arus kolektor dari transistor atas yang melewati basis transistor yang dibawah. Dan arus ini mungkin sangat substansial sehingga membuat triggered shut off dari SCR begitu sulit. Dan sebuah thyristor Gate-Turn-Off (GTO) yang merupakan variasi dari SCR yang akan mampu mempermudah tugas ini. akan tetapi bahkan dengan sebuah GTO sekalipun, arus gate yang dibutuhkan untuk mematikannya mungkin sebanyak 20% dari arus anoda (beban). Simbol skematik dari GTO ditunjukkan oleh gambar ilustrasi dibawah ini.
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      thyristor - GTO
      SCR dan GTO mempunyai skema yang sama yaitu dua transistor yang terhubung secara positif-dengan mode feedback atau berbalikan. Satu-satunya perbedaan dari rancangan konstruksi adalah untuk memberikan transistor NPN sebuah β yang lebih besar dari PNP. Hal ini memungkinkan arus gate yang lebih kecil (forward atau reverse) untuk mengerahkan tingkat  kontrol yang lebih besar atas konduksi dari katoda ke anoda. Dalam keadaan terkunci (latch), transistor PNP menjadi lebih tergantung pada NPN bukan sebaliknya. Thyristor Gate-Turn-Off juga dikenal dengan nama Gate-controlled switch (GCS).

      Pengetesan fungsi dasar SCR, atau mengidentifikasi terminal dapat dilakukan dengan ohmmeter. Karena koneksi internal antara gate dan katoda adalah PN junction tunggal, alat ukur harus menunjukkkan adanya sambungan atau koneksi antara terminal-terminal ini saat probe merah dihubungkan ke gate dan probe hitam pada katoda. Seperti gambar dibawah ini.
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      pengujian SCR

      Dan SCR akan menunjukkan terminal terbuka atau tak terhingga (OL jika pada display multimeter digital) saat pengukuran dilakukan pada sambungan-sambungan yang lain. Perlu dipahami bahwa tes ini sangat kasar dan bukan merupakan penilaian yang komprehensif dari SCR.  Hal ini dilakukan untuk memberikan indikasi tahanan SCR masih baik atau sudah rusak. Dan satu-satunya  cara untuk menguji SCR yang lebih mendalam adalah dengan arus beban.

      Jika anda menggunakan multimeter yang mempunyai fungsi dioda cheknya, indikasi tegangan antara sambungan atau persimpangan gate ke katoda mungkin hasilnya tidak akan sesuai dengan persimpangan PN silikon pada umumnya (yang biasanya sekitar 0,7 volt). Dalam beberapa kasus, hasil pengukuran tegangan akan jauh lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh resistor internal yang terhubung antara gate dan katoda yang dimasukkan kedalam beberapa SCR. Resistor ini ditambahkan untuk mengurangi kerentanan SCR terhadap pemicu (trigger) palsu, yang berasal dari lonjakan tegangan palsu, dari noise rangkaian, atau dari pelucutan listrik statis. Dengan kata lain, adanya resistor yang terhubung di persimpangan gate-katoda mengharuskan sinyal trigger yang kuat (arus yang besar) untuk diterapkan pada gate SCR. Fitur ini ditemukan pada SCR yang lebih besar bukan SCR yang kecil. Ingatlah bahwa SCR dengan resistor internal yang terhubung antara gate dan katoda akan menunjukkan kontinuitas hubungan dalam dua arah antara dua terminal.
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      Resistor internal pada kaki gate dan katoda SCR
      SCR dengan nilai resistor internal yang kecil terkadang juga disebut sebagai SCR gate sensitif, karena kemampuannya yang dipicu (triggered) oleh sinyal positif gate yang sangat sedikit.
      Rangkaian tes untuk SCR berikut ini sangat baik untuk digunakan sebagai alat uji SCR, selain itu juga sangat baik untuk mengetahui dan memahami operasi dasar SCR. Sebuah sumber tegangan DC yang digunakan sebagai daya dari rangkaian dan dua push button switch yang digunakan untuk mengaktifkan dan mematikan SCR. 
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      Rangkaian sederhana penguji SCR

      Push button NO (tombol on) menghubungkan gate dengan anoda, sehingga arus dari terminal negatif baterai akan melalui PN junction katoda-gate, kemudian melalui saklar, melalui resistor beban dan kembali ke baterai. Arus gate inilah yang akan membuat SCR latch on, sehingga meskipun tombol on dilepas, beban akan tetap mendapat daya listrik. Dengan menekan push button NC (tombol off), arus yang melalui SCR akan terhenti, sehingga hal tersebut akan memaksa untuk mematikan SCR (Turn off).

      Jika SCR tidak bisa atau gagal untuk latch, mungkin masalahnya ada pada beban rangkaian bukan pada SCR. Arus beban dengan jumlah minimum tertentu diperlukan atau wajib dimiliki untuk menjaga agar SCR latch on. Tingkat atau level arus minimum ini disebut “holding current”. Holding current biasanya berkisar antara 1 miliampere sampai 50 miliampere atau mungkin lebih untuk unit yang lebih besar.

      Untuk pengujian sepenuhnya dapat dilakukan dengan menguji trigger dengan tegangan breakover. Untuk menguji batas tegangan breakover dapat dilakukan dengan cara meningkatkan suplai tegangan DC sampai SCR aktif dan mengunci (latch) dengan sendirinya (tanpa perlu menekan tombol pushbutton). Saat tes tegangan breakover ini perlu kehati-hatian karena mungkin memerlukan tegangan yang sangat tinggi. Dalam bentuk sederhana, rangkaian tes SCR bisa cukup sebagai rangkaian kontrol start/stop untuk motor DC, lampu, atau beban-beban yang praktis lainnya.
      http://trikueni-desain-sistem.blogspot.com/2014/03/Pengertian-Silicon-Controlled-Rectifier.html
      Rangkaian kontrol start/stop motor DC

      Contoh penggunaan SCR pada sirkuit DC adalah sebagai perangkat atau device crowbar yang berfungsi untuk memproteksi bila terjadi tegangan lebih (over voltage). Sirkuit crowbar terdiri dari sebuah SCR yang dihubungkan pararel dengan output dari power supply DC. Rusaknya SCR dan power supply dapat dicegah dengan pemasangan secara benar dan bijaksana sebuah fuse atau resistansi seri yang besar setelah SCR untuk membatasi arus hubung singkat dari rangkaian.
      TRANSFORMATOR


      TRANSFORMATOR (TRAFO)

      TRANSFORMATOR (TRAFO)Trafo (transformator) adalah sebuah alat untuk menaikkan atau menurunkan tegangan AC. Trafo (Transformator) dapat ditemukan di mana-mana dibanyak peralatan listrik sekitar kita. Tanpa trafo (transformator) kita tidak dapat menggunakan sebagaian besar peralatan listrik kita. Sebuah trafo (transformator) memiliki dua kumparan yang dinamakan kumparan primer dan kumparan sekunder. Trafo (transformator) dirancang sedemikian rupa sehingga hampir seluruh fluks magnet yang dihasilkan arus pada kumparan primer dapat masuk ke kumparan sekunder. Bentuk trafo (transformator) hampir sama dengan cincin induksi Faraday, terdiri dari dua kumparan yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder yang dililitkan pada inti besi lunak secara terpisah.
      Trafo (Transformator)

      Trafo (transformator) dengan inti udara dan inti ferit biasanya digunakan pada peralatan berfrekuensi tinggi. Trafo (Transformator) jenis ini mempunyai kumparan yang terletak pada rumah yang terisolasi dan berlubang yang dapat digunakan untuk meletakkan batang ferrit. Trafo (Transformator) inti besi biasanya digunakan pada frekuensi audio dan untuk penggunaan sumber tenaga. Transformator jenis ini mempunyai kumparan yang melilit pada inti besi yang terbuat dari bahan ferromagnetik, berbentuk lembaran-lembaran tipis yang terisolasi satu sama lainnya.Cara kerja Trafo (Transformator) sama dengan prinsip induksi elektromagnet. Di mana arus bolak-balik yang melalui konduktor (kumparan kawat) akan menimbulkan medan magnet. Medan magnet yang ada pada kumparan pertama secara otomatis menginduksi kumparan kedua. Kumparan pertama dari sumber arus bolak-balik disebut kumparan primer. Sedangkan kumparan kedua tempat terjadinya induksi arus disebut kumparan sekunder. Arus induksi pada kumparan sekunder selalu mengalir dengan arah berlawanan dengan kumparan primer.Perbandingan lilitan pada trafo (transformator) adalah perbandingan jumlah lilitan trafo (transformator) pada kumparan sekunder (Ns) dengan jumlah lilitan pada kumparan primer (Np) trafo (transformator). Dirumuskan:n = Ns/NpPerbandingan jumlah lilitan primer dengan sekunder pada trafo (transformator) menentukan perbandingan tegangan primer (input) dan sekunder (output). Untuk menentukan berapa penurunan atau kenaikan tegangan yang kita inginkan, dapat digunakan persamaan sebagai berikut:Vs/Ns = Vp/NpKeterangan:
      • Vs = tegangan primer (input) (Volt)
      • Ns = jumlah lilitan pada kumparan primer (input)
      • Vp = tegangan sekunder (output) (volt)
      • Np = jumlah lilitan pada kumparan sekunder (output)
      Jenis jenis Trafo

      Pada trafo yang kita temui umumnya memiliki 2 kumparan kawat yaitu kumparan primer dan sekunder, sedangkan pada tengah trafo disebut inti trafo. Berikut ini jenis-jenis trafo atau transformator yang harus anda ketahui :
      1. Transformator Step Up
       


      Trafo ini mempunyai lilitan sekunder yang banyak jika di bandingkan dengan lilitan pada primer, trafo ini dapat menaikkan tegangan, biasanya trafo ini dapat untuk pembangkit listrik untuk menaikan tegangan.
      2. Transformator Step Down

      Trafo ini hanya mempunyai julah lilitan sekunder yang sedikit dari jumlah lilitan primernya, dan mempunyai fungsi untuk penurun pada tegangan,
      3. Transformator AutoTransformatorjenis-jenis trafoJenis trafo ini hanya memiliki satu jumlah lilitan, dalam trafo ini sebagian lilitan primer di sebut juga sebagai lilitan sekunder. Dalam lilitan arus sekunder selalu menghadap ke arus primer. Menggunakan trafo ini mempunyai keuntungan karna mempunyai bentuk yang kecil dan performa yang dihasilkan lebih bagus dari pada yang mempunyai jumlah dua lilitan.
      4. Transformator Autotransformator Variabel

      Trafo jenis ini pada bagian tengahnya dapat diubah yang memungkinkan perubahan pada bagian lilitan primer dan sekundernya.
      5. Transformator Isolasi

      Pada Trafo ini jumlah lilitan primer dan sekunder mempunyai jumlah yang sama, dan mempunyai tegangan primer dan sekunder yang sama pula,
      6. Trasnformator Pulsa
      Trafo ini sebenanya dirancang untuk menghasilkan gelombang atau getaran pulsa, trafo ini biasa menggunakan bahan yang cepat naik sehingga ketika pada titik tertentu arus primer yang di trafo ini akan menghasilkan fluks magnet.
      7. Transformator Tiga Fase
      Trafo jenis biasa pada elektonika dihubungkan secara bersamaan untuk bekerja dengan arus primer dan sekundernya, biasanya lambang pada arus primer adalah (Y) dan arus pada sekundernya ( Δ ).

      4. Rangkaian Simulasi[Kembali]








      5. Prinsip Kerja Rangkaian(kembali)
      [Back]

      • Flame Sensor (Sensor Api)
      Flame sensor akan mengeluarkan keluaran High apabila transduser pada sensor api tersebut mendeteksi adanya api disekitar. Ketika sensor tersebut mendeteksi adanya keberadaan api, maka sensor tersebut akan memberikan tegangan pada inputan kaki trigger(pin2) pada IC NE555, dimana akan berdampak pada logika keluaran pada pin Outputnya (pin3). Ketika IC NE555 mendapatkan tegangan reset maka IC tersebut akan bekerja dan akan mengeluarkan tegangan output yang dipengaruhi dari tegangan Trigger dan Treshold(pin6) nya, pada saat trigger HIGH(Sensor api mendeteksi api) maka akan tegangan Treshold akan mengalami pengurangan tegangan sampai 1/3 dari tegangan Vcc nya, pada fase inilah tegangan output(pin3) akan berlogikakan LOW dan berdampak pada base transistor yang terhubung dengannya.
      Karena base transistor tesebut tidak mendapatkan tegangan pada basenya, maka arus listrik pada emitor dan collectornya tidak terhubung danberdampak pada Relay yang menjadi OFF, sehingga Switch pada relay tetap berada di kanan dan Motor, Buzzer dan LED ON, dengan kata lain api akan tertangani secara automatic.
      Begitu sebaliknya ketika Flame sensor tidak mendeteksi adanya keberadaan api.

      • Sensor Gas (MQ6)
      Ketika sensor api mendeteksi adanya keberadaan asap, maka sensor gas MQ6 akan memberikan tegangan sinyal melalui tegangan outputnya dan akan memberikan tegangan pada base transistro yang terhubung dengannya, sehingga base tersebut akan mengalami bias positif dan arus lsitrik pada emitor tidak mengalir menuju collector, dan berdampak pada relay yang menjadi OFF, sehingga switch relay tersebut akan berpindah ke kiri dan menghubungkan Loop pada Motor, Buzzer dan LED, sehingga asap dapat tertangani secara automatic.



      6. Video [Kembali]




      7. Datasheet[Kembali]





      8. Download[Kembali]

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar